Temujin atau lebih dikenal dengan
Genghis Khan adalah bangsa Tartar yang yang hidup di pelosok gurun Gobi,
berbatasan dengan China. Bangsa Tartar ini terdiri dari etnis
Mongolia, Turki, Saljuk dan lain lain.
Umumnya mereka bangsa nomanden
yang berdiam di padang pasir, hidup dari menggembala ternak, membangun
tatanan kehidupannya berdasarkan kesukuan, tinggal di kemah besar. Agama
kuno mereka adalah Samanisme yang sangat mensucikan roh-roh nenek
moyang. Genghis Khan sebelum membangun imperium dia berhasil
mempersatukan semua suku menjadi kekaisaran Mongol.
Holocaust Mongolia bukan pandemic.
Tetapi berita hebat dari mulut ke mulut tentang kekejaman pasukannya
terhadap kota atau kerajaan yang ditaklukan memang menyerupai
pandemic. Menurut cerita, mereka mengumpulkan kepala munusia yang
dipenggal digerbang kota. Sangking banyaknya, tumpukan kepala itu lebih
tinggi dari menara benteng. Tidak ada pengecualian.Laki laki atau
wanita. Orang dewasa atau anak anak. Sama saja. Berita menakutkan itu
tentu tidak seperti yang sebenarnya. Princeton Bernard Lewis ahli
sejarah Islam dan Timur Tengah mengatakan bahwa kekejaman Genghis Khan
hanya sepele kalau dibandingkan dengan kekejaman perang salib.
Namun kehebatan dan kecerdasan Genghis
Khan memang luar biasa. Dia sengaja menebarkan berita kekejamannya itu
dari mulut. Terutama dari para pedagang. Tentu para pedagang yang
melintasi kota dan kerajaan menambah nambahkan cerita itu semakin
bombamdis. Sehingga memang menakutkan. Kelak ketika pasukan Mongol ingin
menaklukan satu kerajaan. Mereka cukup berkemah di batas kota dan
mengirim surat kepada raja yang akan ditaklukannya. “ Surrender or die”.
Umumnya penaklukan berdarah terbesar hanya ketika 1258M Mongolia
menyerbu dan menghancurkan Kekhalifahan Islam Bani Abbasiyah di Baghdad.
Tetapi setelah itu , penaklukan terjadi secara damai. Lawannya sudah
takut sebelum bertempur. Genghis Khan berhasil membangun imperium besar
dan luas yang membentang dimulai dari timur di Cina, Persia dan Eropa
Timur di barat, Rusia di utara dan juga India di selatan.
Tetapi ada yang menjadi pertanyaan dalam sejarah. Sebelumnya ada premis bahwa meluasnya kesultanan Islam itu membuktikan Islam agama yang benar. Meluasnya kerajaan Hindu di India karena hindu agama yang benar. Meluasnya pengaruh agama Budha di China, karena budha agama yang benar. Meluasnya kerajaan kristen dan katolik di Eropa Timur karena agama itu paling benar.
Genghis Khan bukan beragama Hindu atau islam, kristen,
bukan pula Budha. Agama mereka adalah Samanisme. Oleh Genghis khan
premis itu dibuang kelubang pembantaian. Mereka yang merasa berkuasa
diatas tradisi agama, dipermalukan di hadapan rakyat. Sejak saat itu
berangsur angsur agama bukan lagi sebagai simbol kebenaran publik dan
alat politik. Ia menjadi kebenaran privat. Setelah bangsa Mongol
berhasil menguasai kesultanan Islam, sekian lama kemudian para elite nya
masuk islam,itu karena alasan pribadi, bukan karena mereka ditaklukan.
Pertanyaan awam, mengapa Tuhan tidak
mendengarkan doa hambaNya yang menyembah siang dan malam. Mengapa Tuhan
membiarkan umatNya dizolimi dan dibantai oleh kaum yang tidak menyembah
Tuhan mereka. Sama seperti sekumpulan doa dalam tangisan berharap
kemenangan Prabowo atas Jokowi dalam Pilpres 2019. Tangisan dalam doa
ketika gugatakan dilayangkan ke MK oleh Prabowo atas kemenangan Jokowi.
Tetapi doa itu terbang dibawa angin lalu. Merekapun bertanya “ mengapa
Tuhan membiarkan kekalahan mereka. Apakah Tuhan tidak mendengarkan doa
mereka? Sebetulnya kekalahan bukan karena Tuhan meninggalkan mereka.
Tetapi mereka meninggalkan Tuhan.
Ya Istilah Imam Al-Ghazali, beragama yang ghurur (tertipu). Tertipu, karena dikira sudah beragama, ternyata belum. Dan mereka tidak menyadari itu. Sampai sekarang!
إرسال تعليق